Senin, 04 April 2011

surat-surat berharga

Minggu, 09 Agustus 2009
SURAT SURAT BERHARGA
Modul Seri XII: Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Dosen: Gunawan Wibisono SH MSI


SURAT SURAT BERHARGA



Tujuan Instruksional Umum

Pada akhir pokok ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Memahami pengertian surat berharga dan ruang lingkup surat berharga

2. Memahami pengertian dan penggunaan surat berharga dan jenis-jenisnya

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan mengenai pengertian surah berharga

2. Menjelaskan mengenai jenis-jenis surat berharga

3. Menjelaskan mengenai surat yang berharga seperti cek dan wesel dan fungsi surat berharga

Ad. 1. Pengertian Surat Berharga

Sesuatu surat dapat dikatakan sebagai surat berharga apabila surat-surat tersebut mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat ditukarkan dengan uang tunai.

Surat-surat berharga yang dikeluarkan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu :

a. Surat Berharga (Negotiable Instrument), dikatakan surat berharga apabila surat tersebut sengaja diterbitkan sebagai pemenuhan suatu prestasi, berupa pembayaran sejumlah uang, tetapi tidak dilakukan dengan mata uang melainkan dengan alat pembayaran lain seperti cek, wesel, surat sanggup, commercial paper dll.

b. Surat yang Berharga (Letter of Value) merupakan surat yang diterbitkan sebagai pemenuhan prestasi yang berupa bukan pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya, seperti KTP, SIM, Kartu Kredit, ATM dll.

Ad. 2. Jenis- jenis Surat Berharga

Dalam lalu lintas uang dikenal dengan antara lain :

• Wesel

• Cek

• Bilyet Giro

• Surat Sanggup

• Commercial Paper

• Surat Berharga Pasar Uang

• Garansi Bank

• Sertifikat Bank Indonesia

“Wesel” di dalam naskah surat wesel yang bersangkutan dan perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu ; nama orang yang harus membayar (tersangkut / tertarik), penetapan hari bayar, penetapan tempat pembayaran yang harus dilakukan, tanggal dan tempat wesel diterbitkan, dan tanda tangan penerbit.

Apabila salah satu syarat tersebut tidak dipenuhi, maka surat tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai Surat Wesel, kecuali ada syarat pengecualian yang telah diaturnya.

Akseptasi adalah suatu pernyataan sanggup untuk membayar dari tertarik / pembayar yang ditulis di atas surat-surat weselserta ditanda tangani. Maka terdapat suatu Hak Regres, yaitu merupakan hak untuk menegur bagi setiap tertarik yang menolak untuk melakukan akseptasi / menolak untuk menyetujui pembayaran wesel tersebut, walaupun hari pembayarannya belum tiba.

Macam-macam wesel berdasarkan penentuan hari pembayaran surat wesel.

Terdapat 4 macam surat wesel di mana pengaturan hari pembayaran yang berlainan, yaitu :

1. Wesel yang harus dibayar pada saat ditunjukannya (wesel unjuk)

2. Wesel yang harus dibayar pada waktu setelah ditunjukkannnya (wesel setelah unjuk)

3. Wesel yang harus dibayar pada waktu sejak tanggal penarikannya

4. Wesel yang harus dibayar pada tanggal tertentu yang tertera dalam surat weselnya.

Pasal 132 ayat (2) KUH Dagang, apabila wesel yang hari bayarnya dilakukan dengan cara lain selain ke-4 (empat) cara di atas atau menetapkan pembayaran dengan cara di atas atau menetapkan pembayaran dengan cara diangsur maka dianggap batal demi hukum.

Ad. 3. Surat-surat berharga

CEK, merupakan warkat yang berisi perintah tidak bersyarat kepada bank-bank yang memelihara rekening nasabah untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada orang tertentu atau yang ditunjuk olehnya atau pembawanya.

Dasar hukum pengaturan cek diatur dalam pasal 178 sampai dengan 229 KUH Dagang, di samping itu ada tambahan penjelasan yang dimuat dalam surat edaran Bank Indonesia. Dalam pasal 178 KUH Dagang ditentukan syarat untuk cek sebagai surat berharga :

1. Harus terdapat perkataan “Cek” dalam bahasa yang dipakai untuk merumuskan bunyi cek tersebut.

2. Surat cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.

3. Nama orang yang harus membayar (tertarik) harus selalu disuatu bank.

4. Penunjukkan tempat pembayaran.

5. Penyebutan tanggal dan tempat penarikan cek.

6. Tanda tangan yang menarik cek.

Apabila salah satu syarat tersebut di atas belum terpenuhi maka surat tersebut tidak dikatakan sebagai cek menurut pasal 179 (1) KUH Dagang.

Cek merupakan salah satu surat berharga, karena itu hak atas cek dapat dipindah tangankan kepada orang lain, dengan cara endosemen dan dilanjutkan dengan penyerahan.

Jenis-jenis cek berdasarkan ketentuan yang bersifat khusus menyebabkan adanya beberapa jenis cek yaitu :

a. Cek atas unjuk / pembawa (Aan forder), di mana bank akan membayarkan kepada siapa saja yang datang untuk meng-uang-kan cek tersebut kepadanya.

b. Cek atas nama (Aan order), di mana bank akan membayar kepada orang yang namanya tercantum di dalam cek yang bersangkutan.

c. Cek atas pembawa, di mana bank akan memperlakukan cek semacam ini sebagai cek atas unjuk, akan tetapi hal ini berbeda apabila sebutan pembawa dicoret, maka cek tersebut berlaku sebagai cek atas nama.

d. Cek mundur (Post dated cheque), merupakan cek yang oleh penariknya diberi tanggal akan datang, dengan demikian cek yang bersangkutan hanya dapat diuangkan pada tanggal yang telah dicantumkan dalam cek yang bersangkutan.

e. Cek silang (Crossed cheque), merupakan cek yang diberikan tanda silang (crossed cheque) // garis miring yang sejajar pada bagian muka. Tanda silang tersebut memberikan petunjuk kepada bank pembayar bahwa cek tersebut hanya dapat dibayarkan kepada suatu bank yang disebut di antara kedua garis silang sejajar, dengan demikian cek silang hanyalah untuk disetorkan ke dalam rekening saja, sehingga cek yang bersangkutan hanya dapat dikliringkan pada bank tersebut.

f. Cek kosong, merupakan cek yang pada saat diajukan kepada bank tertarik untuk diuangkan, tidak tersedia dana yang cukup pada rekening nasabah penarik cek tersebut.

Apabila nasabah (pemegang rekening) tersebut melakukan penarikan cek kosong selama 3 (tiga) kali berturut-turut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, maka rekening harus segera ditutup dan penutupan harus dilaporkan kepada Bank Indonesia, yang berarti pemegang rekening tersebut tidak boleh berhubungan dengan bank-bank yang ada di Indonesia maupun di luar negeri.

Setiap pemegang hak atas cek mempunyak Hak Regrets apabila tidak berhasil menguangkan cek yang diunjukkan kepada Bank karena bank menolak untuk membayarnya, oleh UU diberikan hak untuk menuntut para penghutan (penerbit, endosan, avails) cek untuk melakukan pembayaran asalkan cek yang dimaksud belum kadaluarsa.

Bilyet Giro

Merupakan surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa bilyet giro merupakan surat yang berharga dapat dialihkan/diperdagangkan serta ditukarkan dengan uang seperti halnya cek, apabila bilyet giro tersebut tidak disebutkan tidak diisikan nama si penerima dana oleh penariknya, sehingga mudah untuk dialihkan dari tangan yang satu ke tangan yang lain.

Dengan demikian pembayaran bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Endosemen adalah penyerahan suatu surat atas tertunjuk oleh seseorang yang berhak/pemegang kepada orang lain dengan disertai pernyataan mengalihkan haknya atas surat yang ditulis pada surat tersebut.

Dasar hukum bagi bilyet giro, diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPB, tanggal 4 Juli 1995 jo Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir, tanggal 4 Juli 1995.

Suatu Bilyet Giro harus memenuhi syarat format sebagai berikut:

1. Nama “Bilyet Giro” dan nomor bilyet giro yang bersangkutan

2. Nama tertarik

3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahkan dana atas beban rekening

penarik

4. Nama dan nomor rekening pemegang

5. Nama bank penerima

6. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-

lengkapnya.

7. Tempat dan tanggal penarikan

8. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai persyaratan

pembukaan rekening

Bilyet giro yang tidak memenuhi persyaratan di atas maka tidak berlaku sebagai bilyet giro.

Surat Sanggup (Surat Promes/aksep)

Merupakan surat yang dibuat oleh seseorang yang berisikan suatu kesanggupan untk membayar sejumlah uang pada waktu tertentu.

Dasar hukum surat sanggup diatur dalam Pasal 174 sampai dengan Pasal 177 KIH Dagang.

Agar surat sanggup dapat dikatakan sebagai surat sanggup maka harus berisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penyebutan “Surat Sanggup” dimuatkan dalam teksnya sendiri

2. Kesanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu

3. Penetapan hari bayarnya

4. Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan

5. Nama orang yang kepadanya pembayaran harus dilakukan

6. Tanggal dan tempat surat sanggup itu ditandatangani

7. Tanda tangan orangyang mengeluarkan surat sanggup itu.

Salah satu di atas tida ada maka surat tersebut tidak dapat dikatakan sebagai surat sanggup, kecuali:

a. Bila tidak menyebutkan hari bayarnyamaka dianggap dibayar pada saat diunjukkan

b. Bila tidak menyebutkan tempat pembayaran maka tempat penandatangan dianggap

sebagai tempat pembayaran

c. Bila tidak menyebutkan tempat ditandatangani maka dianggap ditanda tangani di tempat

yang tertera di samping nama penanda tangan.

Perbedaan poko antara surat sanggup dengan wesel adalah bahwa wesel merupakan surat perintah membayar, sedangkan surat sanggup adalah surat janji/kesanggupan untuk membayar. Karena wesel merupakan surat perintah untuk membayar maka dalam wesel ada pihak yang diperintah untuk membayara yang disebut dengan tertarik, sedangkan dalam surat sanggup tidak ada.

Surat sanggup dapat diterbitkan oleh subjek hukum baik yang merupakan subjek hukum perorangan maupun badan hukum. Khusus surat sanggup yang diterbitkan oleh badan hukum merupakan Perusahaan Pembiayaan (Financial Institution) yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 606/KMK/1995, tanggal 19 Desember 1995, yang pada intinya bahwa perusahaan pembiayaan dalam menerbitkan surat sanggup berlaku beberapa ketentuan yaitu:

a. Perusahaan pembiayaan dialrang menerbitkan surat sanggup kecuali sebagai jaminan

atas hutan kepada bank yang menjadi kreditor

b. Perusahaan pembiayaan dilarang memberikan jaminan dalam segal bentuk kepada

pihak lain

c. Surat sanggup yang diterbitkan sesuai dengan yang dimaksud pada huruf a diatas tidak

dapat dialihkan dan dikuasakan kepada pihak manapun juga (non negotiable).

Berdasarkan huruf b diatas, maka perusahaan pembiayaan tidak diperbolehkan menjadi penjamin hutan pihak lain termasuk dalam bentuk corporate quarantee.

Commercial Paper

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia SE No. 28/49/UPG, tanggal 11 Agustus 1995 mengenai Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui Bank Umum di Indosia, yaitu merupakan surat sanggup tanpa jaminan berjangka waktu pendek yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dan diperdagangkan melalui bank (Bank Umum sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan) atau perusahaan efek dengan sistem diskonto.

Commercial Paper dapat diterbitkan dan diperdagangkan melalui perbankan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Mencantumkan:

a. Klausula sanggup dan kata-kata “Surat Sanggup” di dalam teksnya dan dinyatakan

dalam bahasa Indonesia

b. Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu

c. Penetapan hari bayar

d. Penetapan tempat pembayaran

e. Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantian

f. Tanggal dan tempat CP diterbitkan

g. Tanda tangan penerbit

2. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari

3. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank yang berbadan hukum Indonesia

4. Telah memperoleh peringkat yang ditetapkan oleh lembaga dari Bapepam

5. Pada halaman muka CP sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal sebagai berikut:

a. Kata-kata “Surat Berharga Komersial” (Commercial Paper) yang ditulis setelah kata-

kata “Surat Sanggup”

b. Klausula dapat diperdagangkan pada bagian atas dan dicetak dengan huruf tebal

c. Pernyataan tanpa protes dan tanpa biaya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176

jo Pasal 145 KUH Dagang

d. Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau

perusahaan efek yang ditunjuk sebagai agen penerbit sebagai tanda keaslian CP,

dengan menempatkan logo bank atau perusahaan efek secara tidak menyolok

e. Nama dan almat bank yang ditunjuk sebagai agen pembayaran, dengan menempatkan logo bank yang bersangkutan secara tidak menyolok

f. Nomor seri CP

g. Keterangan mengenai cara penguasaan CP sebagai berikut:

1) CP yang jatuh waktu dapat ditagihkan sejumlah nilai nominal pada agen

pembayaran selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak saat jatuh waktu.

2) Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut CP hanya dapat ditagihkan

langsung kepada penerbit.

h. Pada halaman belakan CP dicantumkan hal-hal sebagai berikut:

1) Pernyataan mengenai endossement blako tanpa hak regres dengan klausula untuk saya kepada pembawa tanpa hak regres. Dengan pengertian bahwa pemindahtangan CP untuk pertama kalinya dilakukan dengan cara endossement blako seperti diatur dalam Pasal 111 jo Pasal 113 KUH Dagang sehingga CP dapat bersifat sebagai surat sanggup atas unjuk setelah diendosir, dan untuk memenuhi persyaratan tanpa jaminan dari endosan, endosemen tersebut harus dinyatakan dengan jelas yaitu tanpa hak regres (without recourse)

2) Cara penghitungan nilai tunai

i. CP yang pencantuman jumlah uangnya berbeda antara yang tertulis dalam angka dengan yang tertulis dalam huruf, yang berlaku adalah jumlah dalam huruf selengkap-lengkapnya

j. CP yang jumlah uangnya dicantumkan berkali-kali dan tidak sama besarnya, maka yang berlaku adalah jumlah yang terkecil.

k. Setiap perubahan alamat yang telah tertulis pada CP harus ditandatangani oleh penerbit dan pengatur penerbitan di tempat kosong yang terdekat dengan perubahan dengan mencantumkan tanggal perubahan tersebut dilakukan

Persyaratan sebagai agen penerbit, agen pembayar, pedagang efek dan pemodal atas suatu Commercial Paper harus memenuhi persyaratan yaitu:

1. Dalam 12 (dua belas) bulan terakhir tingkat kesehatan dan permodalan tergolong sehat

2. CP yang bersangkutan termasuk dalam kualitas investasi (investment grade) sebagaimana ditetapkan olehlembaga pemerintah efek.

3. CP tersebut bukan diterbitkan oleh perusahaan yang merupakan anggota grup/kelompok bank yang bersangkutan (tidak berlaku apabila bank bertindak sebagai pedagang efek).

4. CP tersebut bukan diterbitkan oleh perusahaan yang pada saat merencanakan penerbitan CP dimaksud mempunyai pinjaman yang digolongkan diragukan dan macet sebagaimana diatus dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/22/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP masing-masing tertanggal 29 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif.

5. Kewajiban bank yang bertindak sebagai pengatur penerbitan adalah:

a. Menyiapkan dan menyebarluaskan memorandum penerbitan yang obyektif

b. Melaporkan kegiatan sebagai pengatur penerbitan CP kepada Bank Indonesia

6. Kewajiban bank yang bertindak sebagai agen penerbit adalah meneliti kebenaran prosedur penerbitan CP baik dari segi administrasi maupun yuridis

7. Persyaratan bagi bank yang bertindak sebagai pemodal atas suatu CP adalah:

a. Pembelian CP oleh bank untuk kepentingan sendiri, diperlakukan sebagai pembelian surat berharga.

b. Pembelian CP oleh bank tidak dapat diperhitungkan sebagai angsuran atau pelunasan kredit bank secara langsung maupun tidak langsung yang telah diberikan oleh bank tersebut kepada penerbit CP.

Pelanggaran oleh bank atas ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai CP dikenakan sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 dan Pasal 53 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

http://teorikuliah.blogspot.com/2009/08/surat-surat-berharga.html
sri utami n 24209121 2eb13

Kesepakatan Ulama Tentang Hukum Asuransi Syariah

Artikel ini dipublish pada 28 February 2011 at 02:40 oleh Choir
Hukum asuransi syariah itu apakah sudah mufakat di antara ulama kehalalannya?
Isu asuransi ini memang termasuk isu yang mengundang perbedaan pendapat di antara para ulama, baik yang pro maupun kontra. Munculnya pendapat yang kontra antara lain disebabkan oleh sejumlah alasan. Yaitu, asuransi merupakan bisnis pertaruhan dan ketidakpastian. Apalagi jika dikaitkan dengan asuransi jiwa, dimana sebagian pihak berpendapat bahwa asuransi jiwa ini seolah-olah merupakan upaya untuk “menantang” takdir Allah. Bahkan di negara Barat, sudah banyak kasus terjadi, dimana ahli waris tega “mencelakakan” orangtua atau keluarga yang menjadi pemegang polis demi mendapatkan harta dari klaim asuransi. Akibatnya, sebagian ulama di Barat kemudian mengharamkan asuransi jiwa.

Namun demikian, semua sisi buruk tersebut dapat diatasi ketika “aturan main” asuransi ini disesuaikan dengan syariah. Menurut pendapat mayoritas / jumhur ulama, asuransi ini bukan bisnis pertaruhan dan ketidakpastian, melainkan salah satu cara untuk mempersiapkan masa depan, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah dalam QS 59 : 18. Kemudian, asuransi ini juga dapat menjadi sarana untuk mempersiapkan generasi penerus yang lebih baik, dan bukan generasi penerus yang lemah dan tidak berdaya (QS 4 : 9). Sehingga, keikutsertaan kita pada asuransi pendidikan anak sebagai contoh, merupakan salah satu cara untuk menjamin keberlangsungan pendidikan generasi yang akan datang.
Selanjutnya, jenis transaksi yang dikembangkan asuransi syariah pun memiliki filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional. Pada konsep konvensional, premi yang dibayarkan kepada perusahaan, menjadi milik perusahaan, sehingga perusahaan tersebut bebas menginvestasikan dana premi dimana saja, tanpa mempedulikan halal dan haramnya. Sementara pada akad syariah, ada dua transaksi yang dikembangkan, yaitu tabarru’ (kebajikan) dan tijarah/bisnis melalui akad mudharabah (bagi hasil).
Pada akad tabarru’, para pemegang polis saling menghibahkan dananya untuk kepentingan bersama. Dana inilah yang nantinya diberikan kepada pemegang polis ketika “terjadi sesuatu” pada mereka. Filosofi yang dibangun disini adalah rasa kepedulian dan semangat tolong menolong, sebagaimana yang dinyatakan dalam QS 5 : 2. Sehingga, semangat persaudaraan sebagai satu tubuh yang kokoh akan terlihat disini, dimana apabila satu bagian sakit, yang lain pun akan turut merasakannya (HR Muslim dari Nu’man bin Basyir ra).
Selanjutnya pada akad mudharabah, hubungan antara pemegang polis dengan perusahaan adalah hubungan antara investor (rabbul maal, yaitu peserta asuransi) dengan pengelola dana (mudharib, yaitu perusahaan). Perusahaan berkewajiban untuk menginvestasikan dana pemegang polis pada sektor-sektor usaha yang halal dan thayyib. Setiap keuntungan yang diperoleh kemudian dibagikan berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati.
Dengan konsep seperti ini, maka tidak perlu ada keraguan lagi tentang kehalalan produk asuransi syariah. Apalagi, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, sebagai landasan syar’i dibolehkannya praktek asuransi syariah di tanah air. Wallahu a’lam.
Serial Tanya-Jawab ini dikutip dari Republika yang diasuh oleh Dr Irfan Syauqi Beik.
Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
http://zonaekis.com/kesepakatan-ulama-tentang-hukum-asuransi-syariah#more-2370

sri utami n 2eb13 24209121

hukum dagang

Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.

Perkembangan Hukum Dagang di Dunia

Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .

Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan

Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan .

KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran

sumber :
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/pengertian-definisi-hukum-dagang.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/sejarah-perkembangan-hukum-dagang.html
http://www.gudangmateri.com/2010/10/definisi-dan-sejarah-hukum-dagang.html


sri utami n 2eb13 24109121